“Objek filsafat itu bukan main luasnya” tulis Lois Katt Soff, yaitu meliputi segala
pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin diketahui manusia[1].
Oleh karena itu, manusia memiliki pikiran atau akal yang aktif maka manusia
sesuai dengan tabiatnya, cenderung unntuk mengetahui segala sesuatu yang ada
dan yang mungkin ada menurut akal pikirannya. Jadi, objek filsafat ialah
mencari keterangan sedalam dalamnya[2].
Objek filsafat ada dua, yaitu objek materia dan objek forma. Berkenaan dengan objek material ini, banyak yang sama
dengan objek material sains. Sains memiliki objek material yang empiris,
melainkan bagia yang abstrak. Adapun objek forma filsafat tiada lain adalah
mencari keterangan yang sedalam-dalamnya tentang objek materi filsafat (yakni
segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada).[3]
Secara lebih rinci , Endang Saifuddin
Anshari menjelaskan bahwa pokok objek filsafat terdiri dari :
1.
Objek material filsafat dapat dibagi atas tiga
persoalan pokok:
b.
Hakikat Tuhan;
c.
Hakikat Alam; dan
d.
Hakikat Manusia.
2.
Objek forma filsafat ialah usaha mencari keterangan
secara radikal (sedalam-dalamnya sampai ke akarnya) tentang objek materi
filsafat (sarwa-yang ada)[4]
Dalam buku Filsafat Agama; Titik Temu Akal dengan Wahyu karya
Hamzah Ya’qub dikatakan bahawa objek filsafat ialah mencari keterangan yang
sedalam-dalamnya tentang:
1.
Ada Umum, yakni
menyelidiki apa yang ditinjau secara umum. Dalam realitanya terdapat
bermacam-macam yang kesemuanya mungkin adanya. Dalam bahasa Eropa, ada umum ini
disebut ”ontologia”yang berasal dari perkataan Yunani “onontos”yang berarti
“ada” dan mungkin “lenyap sewaktu waktu” pada suatu masa.
2.
Ada mutlak, sesuatu yang
da secara mutlak,yakni zat yang wajib adanya,tidak tergantung pada apa dan siapapun
juga. Adanya tidak berpermulaan dan tidak berpenghabisan. Ia harus terus
menerus ada karena adanya yang pasti . ia merupakan asal adanya segala sesuatu.
Ini disebut orang ”tuhan” dalam bahasa yunani disebut “Theodicea” dan dalam bahasa
Arab disebut “Ilah” atau “Allah”.
3.
Comologia, yaitu
filsafat yang mencari hakikat alam yang dipelajari, apakah sebenarnya alam dan
bagaimanakah hubungannya dengan ada Mutlak. Cosmologia
ini ialah filsafat alam yang menerangkan bahwa adanya alam ialah tidak mutlak.
Alam dan isinya ada karena dimungkinkan Allah. “Ada tidak mutlak", mungkin
“ada” damn mungkin “lenyap sewaktu-waktu” pada suatu masa.
4.
Antropologia (filsafat
manusia), karena manusia termasuk “ada yang tidak mutlak” dapat juga menjadi
objek pembahasan. Apakah manusia itu sebenarnya,apakah kemampuan-kemampuannya
dan apakah pendorong tindaknya? Semua ini diselidiki dan dibahasa dalam anrtopologia
5.
Etika: filsafat yang
diselidiki tingkah laku manusia. Netapakah tingkah laku manusia yang dipandang
baik dan buruk serta tingkah laku manusia mana yang membedakannya dengan
makhluk lain.
6.
Filsatat: filsafat
akal budi dan biasanya juga disebut mantiq.
Akal budi adalah akal yang terpenting dalam penyelidikan manusia untuk
mengetahui kebenaran. Tanpa kepastian tentang Logika, semua penyelidikan tidak
mepunyai kekuatan dasar. Tegasnya, tanpa akal budi takkan ada penyelidikan.
Oleh karena itu, dipersoalkan adakah manusia mempunyai akal budi dan dapatkah
akal budi itu mencari kebenaran?Dengan segera timbul pula soal,apakah kebenaran
itu dan sampai dimanakah kebenaran dapat ditangkap oleh akal budi manusia.
Dengan demikian, pnyelidikan tentang akal budi itu disebut filsafat akal budi atau logika.
Penyelidikan tentang bahan dan aturan berfikir disebut logika minor,
adapun apa yang menyelidiki isi berfikir disebut logika mayor, Filsafat akal
budi ini disebut epistimologi da nada pula yang menyebut kritik, sebab akal
yang menyelidiki akal[5].
Adapun objek filsafat islam ialah kajian islam dalam tema besar adalah
Tuhan,alam, manusia dan kebudayaan. Tema besar itu hendaknya dapat dijabarkan
lebih spesifik sesuai dengan perkembangan zaman, sehingga dapat ditarik benang
merah dari perkembangan sejarah pemikiran kefilsafatan yang hingga sekarang,
setiap zaman mempunyai semangat sendiri-sendiri.
Objek filsfat dalam versi ahli ushulu fiqh sebagaimana dikutip
Faturahman jamil membagi filsafat islam pada dua rumusan, yaitu falsafah tasyri dan falsafat syariah[6].
§ Falsafah tasyri, Filsafat yang memancarakan
hokum islam atau menguatkannya dan memeliharanya. Filsafat ini bertugas
membicarakan hakikat dan tujuan penetapan hokum islam. Filsafat tasyri terbagi
pada:
a.
Dasar Hukum Islam (Da’aim
al-ahkam)
b.
Prnsip-Prinsip hokum Islam (Mabadi Al-Ahkam)
c.
Pokok-pokok islam (ushul
Al-Ahkam) atau sumber-sumber hukum islam (Mashadir Al-Ahkam)
d.
Tujuan-tujuan hokum islam (Maqashid Al-Ahkam)
e.
Kaidah-Kaidah hokum islam (Qawa’id Al-Ahkam)
§ Falsafah
syariah. Filsafat yang diungkapkan dari materi-materihukum Islam seperti
ibadah,muamalah,jinyah,’uqbah,dan sebagainya. Filsafat ini bertugas
membicarakan hakikat dan rahasia hukum islam. Termasuk dalam pembagia falsafah
Syariah adalah:
a.
Rahasia-rahasia bukan islam (Asrar Al-Ahkam)
b.
Ciri-ciri khas hokum islam (khasha’is Al-Ahkam)
c.
Keutamaan-keutamaan hokum islam (Mahasin Al-Ahkam)
d.
Karakteristik hukum islam (Thawabi’ Al-Ahkam)
Dengan demikian, dapat dikatakan objek filsafat itu sama dengan objek
ilmu pengetahuan bila ditinjau secara material dan berbeda bilasecara forma.
Adapun objekkajian filsafat islam
itu sendiri mencakup Tuhan, alam, dan manusia yang bersumber kepada
Al-Qur’an,Al-Hadits,dan akal.
Lebih jelas lagi, menarik untuk
dikutip disini pandangan C.A. Qadir, bahwa objek kajian filsafat Islam, antara
lain sebagai berikut.
1.
Masalah doktrin monoteisme atau keesaan Allah. Menurut
doktrin ini, Allah menciptakan alam semesta yang tidak berawal (qadim), tidak
berakhir (qada), tidak berubah,Mahatahu,Mahakuasa,satu-satunya yang disembah –
Ringkasannya,Allah maha satu,yang tiada tandingannya dan yang unik. Karena
tidak ada yang menyerupainya dalam kodrat atau sifat-sifatnya,dosa terbesar
yang tidak mungkin diampuni adalah penyekutuan terhadap Allah (Syirik). Semua
filusuf muslim berpandangan bahwa monoteisme (tauhid) merupakan doktrin sentral
dari system pemikiran mereka, dan tidak disangsikan lagi, hali itu diilhami
oleh Al-Quran, dan merupakan doktrin Islam yang spesifik.
2.
Masalah yang
sangat penting adalah menyangkut kenabian (nubuwah) yang mencakup pembahasan
mengenai sifat dasar dan ciri-ciri nubuwah, perbedaan dan kemiripannya dengan
kesadaran mistik, logika atau kesahihan kesadaran keagamaan, dan
masalah-masalah yang berkaitan dengannya.
3.
Masalah penyelarasan antara filsafat dan Agama, para
filusuf berpendapat bahwa pada tingkat terakhir hasil pemikiran filsafat tidak
mingkin bertentangan dengan agama karena kedua-duanya bersumber pada hakikat
terakhir yang sama, dan apabila aada ketidakserasian, dipelukan refleksi yang
lebih mendalam ata tafsiran baru. Apabila kontradiksinya yang tidak dihilangka
juga, timbul peebedaan tentang apakah akala pikiran atau imam yang harus
diutamakan[7]
Akan
tetapi, pengkajian objek bisa meluas dan mendalam sehingga objeknya bisa
ditambah. Hal itu karena bahwa dibelakang objek ilmu-ilmu positif yang
diperoleh dengan penelitian dan pengujian, dan yang bertujuan mengenal sejumlah
perkara tertentu, terdapat persoalan-persoalan yang lebih umum dan lebih
jauh,dan hanya bisa ditanggulangi dengan akal pikiran semata-mata.
Persoalan-persoalan itulah yang membentuk filsafat. Misalnya: dari apa benda
pada ummumnya ini tersusun? Bagaimana suatu benda bisa berubah menjadi lainnya,
seperti perubahan oksigen dan hidrogen menjadi
air,atau roti dan daging menjadi badana manusia dan hewan. Bagaimana
kita menafsirkan gerakan , sedangkan gerakan ini merupakan gejala umum pada
alam? Apakah tempat itu, yaitu yang ditempati benda dan berlangsung pula
pergerakan di dalamnya? Apakah zaman itu, yang menjadi ukuran gerakan dan
ukuran wujud semua perkara? Apakah perbedaan antara makhluk hidup dan tidak
hidup? Apakah ciri-ciri khas tiap-tiap makhluk hidup? Apakah antara
makhluk-mkhluk hidup terdapat perbedaan susunan semata-mata? Apakah jiwa itu, kalau
sekiranya ada jiwa?
Apakah
jiwa manusia abadi ataukah musnah?
Masih
ada pertanyaan lain yang tidak termasuk dalam salah satu ilmu nyat(biasa), dan
metode-metode itu pun tidak berguna bagi perkara-perkara yang ditanyakan.
Persoalan-persoalan tersebut membentuk ilmu perkara yang ditanyakan.
Persoalan-persoalan tersebut membentuk ilmu “fisika” model tertentu,dan dari
sini, kita meningkat pada ilmu yang lebih umum ialah ilmu “metafisika”, yang
membahas wujud pada umumnya, tentang sebab wujud, sifat zat yang mengadakan.
Dari sini, kita bisa menjawab pertanyaan,”apakah alam semesta ini terwujud
dengan sendirinya ataukah ia mempunyai sebab yang tida Nampak?”[8]
Demikian, objek kajian filsafat islam yang
memiliki ciri khas tersendiri meskipun tidak bisa dihindari keterpengaruhan
dari filsafat Yunani dalam mengkaji objek..
[1] Endang Saifuddin Anshari,
Ilmu, filsafa, dan agama, (Surabaya: Bina Ilmu, 1991), cet.ke-9, hlm 84
[2] Pernyataan ini dapat
dilihat dari pandangan Juhaya S. Praja bahwa Objek penyelidikan filsafat adalah
segala yang ada dan yang mungkin ada, tidak terbatas. Inilah yang disebut objek
material filsafat. Kalau demikian , apakah yang membedakan antara filsafat dari
ilmu pengetahuan lainnya? Jawabannya tidak ada perbedaan objek filsafat dari
pengetahuan lainnya,kalau objek filsafat yang dimaksud adalah objek materianya.
Sebab, ilmu pengetahuan pun mempunyai objek material yang sama dengan filsafat,
yaitu segala ayng ada dan mungkin ada. Ilmu pengetahuan bebas dan tidak terikat
untuk menentukan objek penyelidikannya, dan sampai saat ini, belum ada
pembatasan dalam objek ilmu tersebut (objek materianya). Filsafat, bias kita
bedakan dengan ilmu pengetahuan lainnya dari segi sifat penyelidikannya. Filsafat
memiliki sifat mandalam dalam meyeliki sesuatu, sedangkan objek penyelidikan
ilmu pengetahuan hanya terbatas pada suatu yang bisa diselidiki saja secara
ilmiah saja, dan jika sudah tidak dapat diselidiki, ilmu pengetahuan akan
terhenti sampai di situ. Akan tetapi, penyelidikan filsafat tidaklah demikian,
filsafat akan terus bekerja hingga permasalahannya dapat ditemukan sampai
akar-akarnya, lihat Juhaya S. Praja,
Aliran-aliran Filsafat dan Etika (Bandung: Yayasan Piara, 1997),hlm. 12
(buku ini telah ditebitkan oleh Prenda,Jakarta,2007).
[3] Ahmad tafsir, Filsafat Umum…., Ibid, hlm. 18-19.
[4] Endang Saifuddin Anshari, Ilmu, Filsafat, dan Agama, (Surabaya:
Bina Ilmu, 1991), Cet.ke-9, hlm. 87.
[5] Hamzah Ya’qub,
FilsafatAgama: Titik Temu Akal dengan Wahyu, (Jakarta: pedoman Ilmu Jaya,
1992)cet. Ke-1,hlm. 7-8
[6] Faturrahman Djamil, op.cit., hlm. 15.
[7] M. Yusuf Musa,Al-Quran dan Filsafat, penuntun Mempelajari
Filsafat Islam, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991), Cetakan pertama,hlm 79.
[8] Ahmad Hanafi, pengantar Filsafat….,Ibid, hlm. 5.
0 komentar:
Posting Komentar